Sang Pencari

Serambi
Tauhid
Syariat
Tasawwuf
Hikmah
Tokoh Sufi
Favorite Links
Hubungi sang pencari
Setetes Kesejukan

Syariat

Sholat

Khusyuk Dalam Shalat


Shalat, kata Sa'id Hawwa, adalah sarana terbesar dalam tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa). Pada waktu yang sama merupakan bukti dan ukuran dalam tazkiyah. Shalat adalah sarana dan sekaligus tujuan. Ia mempertajam makna ubudiyah, tauhid, dan syukur.

Shalat adalah zikir, gerakan berdiri, ruku, sujud, dan duduk. Penegakannya dapat memusnahkan bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan kepada Allah, di samping merupakan pengakuan terhadap rubbubiyah dan hak pengaturan. Penegakannya secara sempurna juga akan dapat memusnahkan bibit-bibit ujub dan ghurur, bahkan semua bentuk kemungkaran dan kekejian. "Sesungguhnya shalat dapat mencegah kekejian dan kemungkaran..." (Al-Ankabut 29).

Shalat akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun, syarat, dan sunahnya. Secara lahir, kita menunaikannya secara sempurna dengan anggota badan. Secara batin, kita khusyuk dalam melaksanakannya.

Khusyuk itulah yang menjadikan shalat punya peran yang lebih besar dalam thahhir (penyucian), peran yang lebih besar dalam tahaqquq dan takhalluq (merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat yang mulia). Tazkiyatin nafs berkisar seputar hal ini.

Amalan shalat yang bersifat lahiriah, kita melihat, masih dilaksanakan dengan baik oleh orang Muslim yang hidup di lingkungan Islam. Tetapi, apakah kita khusyuk melaksanakannya, masih menjadi tanda tanya besar. Nabi saw bersabda, "Ilmu yang pertama kali diangkat dari muka bumi adalah kekhusyukan." (HR Thabrani). Padahal, khusyuk merupakan tanda pertama orang-orang beruntung (Al-Mu'minun 1-2). Orang-orang khusyuk adalah orang-orang yang berhak mendapat kabar gembira dari Allah SWT. (Al-Hajj:34-35).

Demikian pentingnya kedudukan khusyuk, hingga ketidakberadaannya berarti rusaknya hati dan keadaan. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada dan tidaknya khusyuk ini. Sesungguhnya khusyuk merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati.

Jika khusyuk telah sirna berarti hati telah rusak. Bila khusyuk tidak ada berarti hati telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk, seperti cinta dunia dan persaingan untuk mendapatkannya. Bila hati telah didominasi berbagai penyakit, maka kecenderungan kepada akhirat akan hilang. Bila hati telah sakit maka sumber-sumber kebaikan bagi kaum Muslimin pun hilang. Cinta dunia menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan persaingan terhadap dunia tidak layak menjadi landasan tegaknya urusan dunia dan agama.

Hilangnya khusyuk pertanda hilangnya kehidupan. Dia sulit menjadi penerima nasihat dan didominasi oleh hawa nafsu. Bayangkan, tatkala hawa nafsu mendominasi hati, segala nasihat dan peringatan tak lagi bermanfaat, maka berbagai syahwat pun merajalela. Dan terjadilah perebutan kedudukan, kekuasaan, harta, dan nafsu syahwat. Bila hal-hal ini mendominasi kehidupan, maka tidak akan terwujud kebaikan dunia maupun agama.

Khusyuk adalah ilmu sebagaimana ditegaskan hadis Nabi saw. Ilmu ini tidak banyak yang mengetahuinya. Bila Anda telah menemukan orang khusyuk yang bisa mengantarkan Anda kepadanya. maka berpegang teguhlah kepadanya. Orang berilmu itulah tanda ulama akhirat.

Sesungguhnya ilmu khusyuk berkaitan dengan ilmu penyucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatan. Masalah ini merupakan tema yang amat luas sehingga para ulama akhirat memulainya dengan mengajarkan zikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sampai hatinya hidup. Bila hati telah hidup berarti mereka telah membersihkan dari berbagai sifat yang tercela dan mengantarkannya kepada sifat-sifat terpuji. Di sinilah perlunya membiasakan hati khusyuk melalui kehadiran bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan.

Resep Al-Ghazali
Khusyuk dalam shalat merupakan ukuran dan tanda kekhusyukan hati. Bagaimana khusyuk dihadirkan? Al-Ghazali menawarkan resep berikut. Lahiriah perintah, kata Al-Ghazali, adalah wajib, sedangkan lalai adalah lawan ingat. Yang lalai dalam semua shalatnya, bagaimana mungkin dia bisa mendirikan shalat untuk mengingat-Nya?

Kehadiran hati adalah ruh shalat. Minimum saat mulai takbiratul ihram. Kurang dari ini adalah kebinasaan. Semakin bertambah kehadiran hati, semakin bertambah pula ruh tersebut ada dalam bagian-bagian shalat. Berapa banyak orang hidup tapi tidak punya daya gerak hingga seperti mayit. Demikian pula orang yang lalai dalam seluruh pelaksanan shalat kecuali pada waktu takbiratul ihram. Seperti orang hidup yang tidak punya daya gerak sama sekali.

Ketahuilah, kata Al-Ghazali, makna batin memiliki banyak ungkapan tetapi seluruhnya terangkum dalam enam kalimat. Yaitu: kehadiran hati, tafahhum,takzim,haibah,raja, dan haya'. Kehadiran hati ialah mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak perlu hingga dia senantiasa sadar, tidak berpikiran liar. Tafahhum adalah paham terhadap makna. Takzim itu rasa hormat. Haibah adalah rasa takut yang bersumber dari rasa hormat. Raja' adalah pengharapan dan haya adalah rasa malu.

Faktor penyebab kehadiran hati adalah himmah atau perhatian utama. Tafahhum berasal dari kebiasan berpikir untuk mengetahui makna. Takzim lahir dari dua makrifat (terhadap kemuliaan dan keagungan Allah dan terhadap kehinaan dan kefanaan dirinya). Haibah datang dari makrifat akan kekuasaan Allah, hukuman-Nya, pengaruh kehendak-Nya. Penyebab timbulnya raja' adalah kelembutan Allah, kedermawanan-Nya, keluasaan nikmat-Nya, keindahan ciptaan-Nya, dan pengetahuan akan kebenaran janji-Nya. Sedang haya' muncul melalui perasaan serbakurang sempurna dalam beribadah dan pengetahuannya akan ketidakmampuan menunaikan hak-hak Allah.

Berdasarkan itu, manusia terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, orang lalai yang mendirikan shalat, tetapi hatinya tidak hadir sama sekali. Orang yang mendirikan shalat dengan hati tak pernah lalai sama sekali. Ketiga orang lalai yang tidak mendirikan shalat.

Yang terbaik adalah tipe kedua. Dia tidak pernah lalai dalam shalat dan selalu menghidupkan hatinya. Dia bisa sangat konsentrasi sehingga tidak merasakan apa yang tengah terjadi di sekelilingnya. Bahkan sebagian orang wajahnya pucat dan dadanya berguncang karena takut. Ini tak mustahil dicapai manusia. Apalagi banyak orang mengalami hal serupa karena takut pada raja dunia.

Jika kita termasuk orang yang menginginkan akhirat, hendaknya tidak melalaikan berbagai peringatan yang terdapat dalam syarat-syarat dan rukun-rukun shalat. Syarat-syarat yang mendahului shalat adalah azan, bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, berdiri tegak lurus dan niat. Serta Usahakan didalam hati kita selalu ingat yang kita tuju yakni Allah Aza wa zalla Sang Maha Pencipta,Sang Maha diRaja,Sang Maha Kuasa.

Ketika mendengar seruan muazin hadirkanlah dalam hati gambaran dahsyatnya seruan hari kiamat dan bersegeralah dengan lahir dan batin untuk segera memenuhinya. Orang-orang yang bersegera memenuhi seruan ini adalah orang-orang yang dipangil dengan penuh lemah lembut pada hari 'pergelaran akbar'. Arahkan hati kepada seruan ini. ''Jika kita bisa mendapatinya dengan penuh kegembiraan, kesenangan, selalu berkeinginan untuk memulainya, maka ketahuilah rasa khusyuk akan datang kepadamu,'' kata Said Hawwa dalam buku Tazkiyatun Nafs/ (Menyucikan Jiwa).

 

THAHARAH [BERSUCI]

Thaharah secara bahasa artinya bersuci atau menghilangkan kotoran. Adapun secara syar’i yang dimaksud ialah menghilangkan najis atau kotoran dengan air dan debu (tanah) yang suci lagi menyucikan dengan tata cara yang telah ditentukan oleh syari’at.

Bab thaharah selalu didahulukan dalam pembahasan-pembahasan fiqih karena thaharah (bersuci) merupakan salah satu syarat syahnya shalat, padahal kita tahu shalat adalah rukun dari rukun Islam setelah dua kalimat syahadat. Jadi, syarat (sahnya shalat) tentu harus didahulukan (pembahasannya) daripada yang disyaratkan (yaitu shalat).

sabda Rasulullah saw mengenai thaharah yang diriwayatkan oleh Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda.

“Artinya : Kunci shalat adalah bersuci. Shalat diawali dengan membaca takbir dan diakhiri dengan membaca salam” [Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Lima Periwayat’ kecuali Nasa’i]

disini perlu digaris bawahi bahwa bersuci memiliki peranan sangat penting dalam beribadah sebelum kita menegakan sholat.

Maka patutlah kita perhatikan secara seksama tata cara kita bersuci.adapun tata cara bersuci dimulai dari :

 

1. Istinja

Allah Swt. berfirman, didalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.dan Allah menyukai orang-orang yang bersih (QS. Al-Taubah [9]:108)

Rasulullah Saw. bersabda. " Allah Swt. tidak akan menerima sholat yang dilakukan tanpa bersuci."

Dalam Hadist lain disebutkan, " Bersuci merupakan sebagian dari keimanan."

dalam hadist lain lagi disebutkan,"Kunci pembuka sholat adalah bersuci."

Bersuci diawali dengan Istinja.

Tata cara beristinja

Dalam sebuah hadist, salman berkata,"Rasulullah Saw. mengajari kami segala sesuatu,bahkan cara buang hajat.Beliau menyuruh kami agar jangan beristinja dengan tulang dan kotoran;agar siapapun dari kami duduk dengan lebih bertumpu pada kaki kiri dan agak mengangkat kaki kanan. Beliau melarang kami menghadap kiblat serta duduk ketika buang air besar dan air kecil."

Sementara itu, berkaitan dengan istibra' (Menyucikan kemaluan setelah buang air kecil) dapat menggunakan batu atau air.

 

2. Berwudhu

Rasulullah Saw bersabda,"Barang siapa berwudhu sebaimana yang diperintahkan-dalam riwayat lain : Barang siapa berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya-lalu mendirikan sholat dua rakaat tanpa mengingat masalah keduniaan sedikitpun, dosa-dosanya diampuni seperti pada saat dilahirkan ibunya."

dalam redaksi lain disebutkan,"dan tidak lalai dalam melaksanakannya,Allah Swt akan mengampuni segala dosanya."

Beliau juga bersabda,"Aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang menyebabkan Allah Swt. mengampuni dosa dan meninggikan derajat seseorang,yaitu menyempurnakan wudhu ketika terasa berat melakukannya, melangkahkan kaki ke masjid, dan menunggu waktu sholat berikutnya setelah menunaikan sholat sebelumnya.Semua itu adalah Al-Ribath."

Rasulullah Saw. berwudhu satu kali-satu kali.lalu, beliau bersabda,"inilah wudhu yang jika sholat dilakukan dengannya, Allah Swt. pasti menerimanya."Kemudian,berwudhu dua kali- dua kali. Setelah itu bersabda,"barang siapa berwudhu dua kali-dua kali,Allah Swt akan memberinya pahala dua kali lipat."selanjutnya beliau berwudhu tiga kali-tiga kali. lalu beliau bersabda,"inilah wudhuku,wudhu para nabi sebelumku, dan wudhu Nabi Ibrahim a.s."

Hal-Hal yang diwajibkan dalam bersuci

1. Kesucian wadah

2. Kesucian air

3. Niat

4.Berurutan sesuai penjelasan dalam Al-Qur'an

5. membasuh tiga anggota badan yang diperintahkan

6. Mengusap kepala

7. tidak mengibaskan tangan untuk menghilangkan air ketika hendak membasuh (ghusl) wajah dan tangan karena akan menjadi usapan (mash),dan

8. tidak mencipratkan air ke wajah karena hal itu dimakruhkan.

Hal-hal yang disunnahkan dalam berwudhu

1. membaca Bismillah

2. membasuh dua telapak tangan

3. berkumur

4. menghirup air kehidung

5. mengeluarkan air dari hidung

6. memasukan air kesela-sela janggut

7. mengusap kedua telinga

8. membasuh setiap anggota badan tiga kali-tiga kali

9. mendahulukan tangan kanan; dan

10. memasukan air kesela-sela jari-jemari kaki.

 

3. Mandi Besar

Sebelum mandi besar hendaknya kita mengambil wudhu dahulu,cara apapun dalam mandi besar dipandang sah apabila seluruh badan terbasuh oleh air.Barang siapa tidak berwudhu sebelum mandi,disunnahkan berwudhu sesudahnya.

sholat.jpg

"Sudahkah Sholatmu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar"

ANJURAN MEMPERBAGUS SHALAT DAN ANCAMAN BAGI SHALAT TANPA ATURAN

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pembaca yang budiman.

Kita sekarang sedang dalam bulan penuh ibadah, dan bulan berpuasa ; yaitu bulan Ramadhan nan penuh berkah. Hendaknya di dalam bulan puasa ini kita dapat tampil selaku mukmin yang shalih ; yang taat kepada Rabb-nya, dan mengikuti sunnah Nabi-Nya dalam segala ajaran yang beliau bawa dari Rabb-nya, terutama yang berkaitan dengan menegakkan ibadah nan agung ini ; yakni shalat tarawih. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang beribadah dibulan Ramadhan ini dengan penuh keimanan dan perhitungan, niscaya akan diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu".

Kita telah mengetahui, hal-hal yang baik sekali lewat pembahasan terdahulu dalam tulisan ini. Diantaranya tata cara shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhan dari sisi kebagusan dan panjangnya. Sebagaimana yang diungkapkan 'Aisyah Radhiallahu 'anha : " ... beliau shalat empat raka'at ; jangan tanya soal bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat raka'at ; jangan tanya juga soal bagus dan panjangnya.." Juga seperti yang diungkapkannya : "..beliau tak bergeming dalam bersujud, selama kalau seorang diantara kamu membaca lima puluh ayat .." Atau seperti yang dituturkan oleh Hudzaifah : "Kemudian beliau membaca surat Al-Baqarah (yakni dalam raka'at pertama), setelah itu beliau ruku'. Dan ruku'nya itu sama panjang dengan berdirinya tadi ... " Kemudian ia menceritakan bahwa berdirinya beliau sesudah ruku' dan sujudnya beliaupun sepanjang/selama itu juga. Kitapun mengetahui, bahwa para ulama As-Salaf pada masa Umar Radhiallahu 'anhu juga biasa memanjangkan bacaan pada shalat tarawih, sehingga dalam shalat itu mereka membaca tak kurang dari tiga ratus ayat, sampai-sampai mereka terpaksa bertelekan pada tongkat-tongkat mereka karena oleh sebab lamanya berdiri. Dan mereka hanya baru usai menunaikan shalat menjelang fajar.[1]

Semua ini harus menjadi motivator bagi kita sekalian untuk sebisa mungkin menjadikan shalat tarawih kita mendekati kualitas shalat mereka. Hendaknya kita memanjangkan bacaannya, memperbanyak membaca tasbih dan dzikir dalam ruku', sujud dan diantara keduanya [2], sehingga kita dapat merasakan --meskipun hanya sedikit-- satu kekhusyu'an yang merupakan ruh dan saripati dari shalat itu sendiri. Kekhusyu'an inilah yang dilalaikan oleh banyak orang yang melakukan shalat itu saking bernafsunya mereka mengejar shalat 20 raka'at yang mereka yakini dari Umar ! Mereka takperdulikan lagi tuma'ninah. Bahkan mereka shalat ibarat ayam mematuk. Seolah-olah mereka itu alat ataupun perangkat yang naik turun dengan cepat, sehingga mereka tak sempat lagi merenungkan ayat-ayat Allah yang mereka dengar. Sampai-sampai orang lainpun hanya bisa mengikuti mereka kalau berusaha setengah mati !.

Saya ungkapkan hal ini, dengan tetap menyadari bahwa tidak sedikit diantara para imam masjid pada akhir-akhir ini yang mulai sadar dengan kondisi shalat tarawihnya yang sudah sampai sedemikian bobroknya. Merekapun kembali melaksanakannya dengan 11 raka'at yang diimbangi dengan tuma'ninah dan kekhusyu'an. Semoga Allah menambah taufik-Nya atas mereka untuk mengamalkan dan menghidupkan As-Sunnah. Orang-orang semacam mereka itu banyak terdapat di Damaskus dan di tempat-tempat lain.

Hadist-hadits Yang Menganjurkan Dibaguskannya Shalat, Serta Mengancam Shalat Yang Tanpa Aturan

Sebagai support bagi mereka agar terus memperbagus dan menambah kualitas shalat, serta sebagai peringatan bagi mereka untuk tidak shalat serampangan, saya akan membeberkan beberapa hadits shahih yang diriwayatkan berkaitan dengan anjuran memperbagus shalat dan ancaman terhadap mereka yang shalat tanpa aturan. Saya katakan.

Yang Pertama :
Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu diceritakan bahwa seorang lelaki pernah masuk masjid dan shalat, sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di pojok masjid tersebut. (Seusai shalat) Ia mendatangi beliau seraya mengucapkan salam. Setelah menjawab salamnya, beliau bersabda : "Shalatlah kamu,sesungguhnya tadi kamu belum shalat ". Orang itu balik lagi dan kembali shalat. Lalu menemui beliau lagi dan memberi salam. Setelah menjawab salamnya, beliau bersabda lagi : "Shalatlah kamu, sesungguhnya kamu belum lagi shalat". Pada kali yang ketiga lelaki itu berujar : "Tolong ajarkan aku". Beliaupun bersabda :

"Apabila kamu hendak shalat, maka berwudhulah dengan sempurna kemudian menghadaplah kearah kiblat dan bertakbirlah. Lalu bacalah ayat Al-Qur'an yang mudah bagimu, kemudian ruku'lah, hingga kamu tuma'ninah dalam ruku'. Lalu tegaklah berdiri, hingga kamu berdiri lurus. kemudian bersujudlah hingga kamu tuma'ninah dalam sujud. Lalu bangkitlah dari sujud hingga kamu tuma'ninnah dalam duduk. Kemudian bersujud lagi hingga kamu tuma'ninah dalam sujud. Kemudian bangkitlah dari sujud, hingga kamu tegak berdiri. Kemudian lakukanlah itu dalam shalat kamu seluruhnya".

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (II : 1919, 219, 222, XI : 31, 467) Muslim (II : 10,11) dan lain-lain.

Yang Kedua :
Dari Abu Mas'ud Al-Badri, bahwa ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Shalat seseorang itu tidak shah, sebelum ia meluruskan punggungnya baik dalam ruku' maupun sujud".

Diriwayatkan oleh Abu Dawud (I : 136), An-Nasa'i (I : 157), At-Tirmidzi (II : 51), Ibnu Majah (I : 284), Ad-Darimi (I : 304), Ath-Thahawi dalam "Al-Musykil" (I : 80), Ath-Thayalisi (I : 97), Ahmad (IV : 119) dan Ad-Daruquthni (hal 133) dan beliau berkomentar :

"Sanadnya shahih sekali". Dan memang demikianlah adanya. Al-A'masy jelas meriwayatkannya dengan ucapan : "Telah berbicara kepadaku ..." dalam riwayat Ath-Thayalisi.

Yang Ketiga :
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya manusia yang paling jelek cara malingnya adalah orang yang mencuri dari shalat-nya". Mereka bertanya : "Wahai Rasulullah, bagaimana ia bisa mencuri dari shalatnya ?" Beliau menjawab : "Bisa, yaitu ketika ia tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya".

Dikeluarkan oleh Al-Hakim (I : 229), beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Hadits itu juga memiliki penguat dari hadits Abu Qatadah dan yang lainnya dalam riwayat Imam Malik (I : 181) dari hadits Nu'man bin Murrah. Sanadnya shahih, tapi Mursal (terputusnya sanad dari Malik hingga Rasul). Riwayat lain oleh Ath-Thayalisi, dari hadits Abu Sa'id (I : 97) dan dishahihkan oleh Imam As-Suyuthi dalam bukunya "Tanwirul Hawalik".

Yang Keempat :
Dari para panglima perang ; Amru bin Al-'Ash, Khalid bin Al-Walid, Syurahbil bin Hasanah dan Yazid bin Abu Sufyan ; mereka semua bertutur.

"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki yang tidak menyempurnakan ruku' dan sujud ibarat ayam mematuk sedangkan ia dalam shalat. Maka beliau bersabda : "Seandainya lelaki ini meninggal dalam kondisi semacam itu, berarti ia meninggal diluar garis agama Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam [ia mematuk dalam shalatnya itu tak ubahnya bagai seekor gagak yang mematuki darah !] Perumpamaan orang yang tak menyempurnakan ruku; dan ibarat ayam mematuk itu, seperti orang lapar yang makan satu dua biji kurma, artinya ia tak akan mendapat pahala sama sekali".

Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam "Al-Arba'in", Al-Baihaqi (II : 89) dengan derajad sanad yang hasan. Al-Mundziri berkomentar (I : 182) :"Hadits ini diriwayatkn oleh Ath-Thabrani dalam "Al-Kabir" dan Abu Ya'la dengan sanad yang hasan serta Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya.

Yang Kelima : Dari Thalaq bin Ali Radhiallahu 'anhuma bahwa beliau berkata : Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam berbsada :

"Artinya : Allah tak akan mamandang shalat seorang hamba yang tidak menegakkan punggunngnya ketika ruku dan sujud".

Dikeluarkan oleh Ahmad (IV : 22), Ath-Thabrani dalam "Al-Kabir", Adh-Dhayya Al-Maqdisi dalam "Al-Mukhtarah" (II : 37) dan derajad sanadnya shahih. Hadits itu memiliki penguat dalam "Al-Musnad" (II : 525). Para perawinya terpercaya dan dishahihkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dalam "Takhriju Al-Ihya" (I/132). Al-Mundziri berkomentar (I: 183) : "Sanadnya bagus !" [3]

Yang Keenam :
Dari Ammar bin Yasir Radhiallahu 'anhu bahwa beliau berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang shalat, namun hanya dicatat ganjarannya seper sepuluh, seper sembilan, seper delapan, seper tujuh, seper enam, seper lima, seper empat, seper tiga, atau setengahnya" [4]
Diriwayatkan oleh Abu Daud (I : 127), Al-Baihaqi (II : 281) dan Ahmad (IV : 319-321), dari dua jalur sanad. Salah satunya dishahihkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dan dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya, sebagiamana juga dinyatakan dalam "At-Taqrib" (I: 184)

Yang Ketujuh : Dari Abdullah bin Asy-Syikhir, bahwa ia bertutur :

"Artinya : Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sedang shalat. Dari dalam perutnya terdengar gemericik, seperti gemerciknya air (yang dimasak) dalam panci ; yakni karena tangisan".
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (I : 243), An-Nasa'i (I : 179), Al-Baihaqi (II : 251), dan Ahmad (IV : 25,26) dengan derajad sanad yang shahih berdasarkan persyaratan Muslim. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban masing-masing dalam Shahihnya, sebagainya juga diriwayatkan dalam "Shahih At-Trghib wa At-Tarhib" (No. 5445).

Hadits-hadits nan mulia ini, secara umum dan bebas meliputi seluruh jenis shalat. Baik itu shalat wajib maupun sunnat, baik itu siang maupun malam. Sehubungan dengan shalat tarawih, para ulama telah mengingatkan pentingnya hal ini. Imam An-Nawawi dalam "Al-Adzkar" (IV : 297) dengan penjelasan Ibnu 'Allan pada bab dzikir-dzikir shalat tarawih menyatakan :

"Tata cara shalat ini (tarawih) seperti juga shalat-shalat yang lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka didalamnya disyari'atkan do'a-do'a tersebut, seperti doa Al-Istiftah, membaca dengan sempurna dzikir-dzikir yang lain, melengkapinya dengan tasyahud dan doa sesudahnya serta hal-hal yang lain. Hal ini, meskipun dhahirnya sudah kita ketahui, namun saya sengaja mengingatkannya karena saya lihat kebanyakan manusia meremehkannya, sehingga mereka meninggalkan sebagian dzikir-dzikirnya. Padahal yang benar adalah apa yang telah kami paparkan".

Al-Amiri dalam "Bajhatul Mahafil wa Bughyatu Al-Amatsil fi Talkhisi As-Siyari wal Mu'jizati wa Asy-Syamail" Pada akhir buku itu menyatakan :

Termasuk kekeliruan yang perlu diperhatikan dan diingat-ingat adalah apa yang menjadi kebiasaan banyak para imam shalat tarawih, dimana mereka membaca ayat dengan cepat, melakukan rukun-rukunnya dengan diringan-ringankan, dan membuang dzikir-dzikir didalamnya. Padahal para ulama telah menyatakan : Tata cara shalat itu tak beda dengan shalat-shalat lainnya, baik dalam syarat, adab-adab dan dzikir-dzikirnya, seperti ; do'a istiftah, dzikir-dzikir pada setiap rukun, doa seusai tasyahud, dan lain-lain. Diantaranya lagi, kebiasaaan mencari-cari ayat "Rahmat", dimana mereka hanya ruku' setelah membaca ayat-ayat tersebut. Terkadang hal itu menggiring mereka untuk melalaikan dua hal penting yang termasuk adab-adab shalat dan bacaan, yaitu : Lebih memanjangkan raka'at pertama dari kedua, dan memahami makna firman Allah yang saling terkait satu dengan yang lain. Penyebab semua adalah : Sikap meremehkan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga hilanglah sunnah-sunnah itu, karena jarang digunakan. Sehingga orang yang menggunakannya malah dianggap asing ditengah umumnya manusia, karena menyelisihi kebiasaan mayoritas, dan itu akibat kerusakan zaman. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah mengingatkan :
"Artinya : Hari Kiamat baru akan datang, apabila yang benar sudah dianggap salah, dan yang salah sudah dianggap benar".

Maka hendaknya, kita sekalian berpegang teguh pada As-Sunnah. Kita harus berupaya menggapainya ; barangsiapa yang mengikuti kita (dalam As-Sunnah) maka ia akan berhasil, selamat dan bahagia. As-Sayyid Al-Jalil Abu Ali Al-Fudhail bin Iyyadh Rahimahullahu Ta'ala wa Radhiallahu 'anhu - semoga Allah melimpahkan manfaat karena beliau-- menyatakan :

"Janganlah kamu merasa phobi dengan jalan-jalan kebenaran karena sedikit peminatnya, dan jangan kamu terpedaya dengan banyaknya jumlah orang-orang yang akan binasa"


[Disalin dari buku Shalatu At-Tarawih, edisi Indonesia Shalat Tarawih Penyusun Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tibyan hal. 151-162, Penerjemah Abu Umar Basyir Al-Maidani]
_________
Foote Note.
[1] Para penulis "Al-Ishabah" sungguh tak mengacuhkan hal ini. Mereka tak sedikitpun menyinggung-nyinggung persoalan ini, atau menulis satu kata saja berkenaan dengan ini, dalam upaya mendorong umat untuk melakukannya. Seolah-olah hal itu tak penting bagi mereka sama sekali, tetapi mereka justru habis-habisan mengurus persoalan lain ; yaitu mempertahankan shalat 20 raka'at, bagaimanapun cara pelaksanaannya. Meskipun bertentangan dengan cara shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dari sisi kualitas maupun kuantitas! Padahal salah seorang diantara mereka adalah imam masjid. Coba kita lihat bagaimana dia melakukan shalatnya.
[2]. Untuk mengetahui dzikir-dzikir tersebut, silahkan gunakan buku kami " Shifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam". Sesungguhnya buku itu adalah buku yang paling shahih dan lengkap dalam pembahasan itu, Alhamdulillah.
[3]. Adapun keraguna perawi (yang meriwayatkan) dari Thalaq, tak membikin hadits itu cacat.
[4]. Yang dimaksudkan, bahwa ganjaran itu beragam, karena perbedaan orang yang shalat dalam kekhusyu'an, daya renungnya dan hal-hal lain yang menimbulkan kesempurnaan (Lihat "Al-Faidhul Qadir oleh Al-Manawi).

 

Berasal dari-Nya, Bersama-Nya, Menuju kepada-Nya